Puisi: Dia Yang Berlayar
/I/
Sahabat,
Berita sakitmu adalah sambaran petir
untukku.
Delapan tahun aku mengarungi waktu
tanpa kabar darimu.
Ketika kabar itu datang adalah kabar
kau terbaring di atas kasur pesakitan.
Istrimu bercerita sudah enam bulan
kau berlayar di samudra yang tak seorang pun tahu.
Tak berikan kedipan, juga isyarat.
Apa yang kau cari?
Bagaimana wujud samudra itu?
Begitu asikkah disana?
Hingga satu kedipan pun tak kau
berikan.
Di balik duniamu linangan air mata
membajiri hati dan jiwa orang-orang yang menyayangimu.
Bangunlah.
Dengar dan rasakankanlah sendu yang
bergema.
Do’a dan harap menemaniku, juga
kawan kita yang lain.
Walau lautan dan pulau-pulau
memisahkan jarak tetapi ikatan persahabatan kita sudah membelah bumi dan
menembus langit.
Setitik kabar dinanti walau itu
hanya satu gerak jarimu.
Berikanlah kepastian kawan.
Harap cemas yang sudah menggerayami
hatiku telah menghentikan waktu dan mengaburkan degup jantung.
Bangunlah.
Jangan kau sembunyikan petunjuk di
balik sayap malaikat.
Aku menunggu.
Istrimu mneunggu.
Keluargamu menunggu.
Kawan-kawan kita menunggu.
Ketegaran hati dan nurani kami
merangsek pergi mendengar kabar genitnya
selang infus selalu mencumbumu setiap waktu.
/II/
Aku tak tahu apakah Malaikat
memintamu berlabuh atau kau sudah rindu matahari daratan. Saat kau memutuskan
kembali membawa senyuman yang lama hilang.
Kau tahu perasaanku?
Hatiku meledak-ledak menyemburkan
bahagia dan perasaan lega.
Tiupan kabar bahagia bagai topan
yang menyapu daratan.
Kawan-kawan kita melepas ucap syukur
ke langit dari balik sangkar riang gembira.
Walau hanya tiga hari!
Tiga hari waktu yang kau miliki
untuk mewariskan syai-syair mutiara kehidupan. Memberikan dorongan untuk
mencintaiNYA.
Untuk menjadi contoh kekhilafan.
Ku ucapkan terima kasih atas
syairmu, sahabat.
Akan kuingat dan kuikat dalam relung
terdalam untuk menjadi udara dalam sesaknya duniawi.
Ikhlasku untuk kepergianmu kali ini.
Berlayar untuk yang terkahir kali
dari daratan yang menerima kita dalam lingkar cinta dan cobaan.
Maaf jika saat kau pergi terdengar
suara lirih dan derasnya air mata.
Tunggu aku di sana.
Tunggu istrimu di sana.
Tunggu keluargamu di sana.
Tunggu kawan-kawan kita di sana.
Syams-X
Bandung,
2016
0 komentar: