Cerita Seorang Figuran
images4.wikia |
NB: dunia film yang ada di dalam cerita ini; Mr.Bean, Bruce Almighty, Jason Bourne, Olympus Has Fallen, Transformers, The Amityville Horror, The Conjuring, The Avengers, Inferno dan The Walking Dead. Disarankan untuk menonton film2 tersebut sebelum membaca agar tidak bingung, haha. Selamat membaca ;)
Namaku
adalah Figuran. Ada yang kenal? Pasti tidak. Tempat dan tanggal lahir tidak
perlu kuberitahu. Saat ini aku sedang sibuk berlari. Seperti namaku, di dunia
ini aku adalah seorang figuran, karena tidak terkenal, sangat jarang terlihat,
dan selalu jadi korban perasaan ketika seseorang yang disebut tokoh utama
beraksi.
Aku
iri dengan tokoh utama, karena dalam hidupnya mereka selalu mendapatkan sorotan
dan pujian. Sesulit apapun tantangan yang dihadapi, mereka selalu berhasil
melewatinya. Sayang, mereka tidak tahu keadaan dan nasib para figuran yang
terkena imbas aksinya, baik langsung maupun tidak. Aku adalah salah satu
figuran yang penuh kesialan karena selalu terkena imbas tindak-tanduk mereka.
Aku
ingin bercerita, atau, bisa juga disebut curahan hati seorang figuran. Baiklah,
aku akan berghenti berlari dan istirahat sejenak demi bercerita kepada kamu
sebelum berlari lagi. Iya, kamu. Wahai rerumputan, semilir angin, dedaunan, dan
bau jalanan tolong merapat disaat aku bercerita.
Nasib
sialku sebagai manusia tidak penting alias figuran di dalam kehidupan dimulai
ketika seseorang yang dikemudian hari terkenal dengan nama Mr.Bean datang ke
Negaraku. Ada yang tahu dia? Penuh kepolosan, dari dalam mobil temannya, dia
mengacungkan jari tengahnya kepada setiap orang. Dikemudian hari diketahui ternyata
tujuannya itu sebagai salam persahabatan. Maklum Mr.Bean, tahulah, perilaku dan
otaknya gimana. Aku yang dulu, melihat hal itu merasa terhina, dan langsung
balik arah. Dan, duarrr...! Aku menyebabkan kecelakaan beruntun dengan hadiah
utama masuk penjara.
Satu
tahun kuhabiskan hidup di penjara, sedangkan Mr.Bean? Tahulah gimana
kehidupannya. Aku yakin sekali jika banyak orang selain diriku yang hidupnya hancur
oleh orang aneh itu. Rasa dendam dan lingkungan penjara merubahku menjadi seorang
bajingan, sehingga ketika keluar penjara aku menjadi seorang preman yang suka
mempermainkan orang lain yang bertampang polos dan menyebalkan seperti Mr.Bean,
sebagai pelampiasan.
Ada
yang kenal dengan Bruce Almighty? Kalau belum kenal, dia adalah salah satu
korbanku ketika menjadi preman. Melihat wajahnya itu seperti melihat wajah
Mr.Bean; sama-sama polos dan memancing kekesalan orang lain. Pertama kali
melihat dia, aku merasa bersyukur kepada Tuhan dipertemukan dengannya. Dendamku
kepada Mr.Bean bisa dilampiaskan kepadanya, pikirku saat itu.
Awal-awal,
aku dan teman-teman sejawat bisa mempermainkannya, tetapi seiring waktu berjalan
dia berubah. Benar-benar berubah! Entah apa yang terjadi, dia menjadi Dewa.
Dengan kekuatannya, dia mengeluarkan seekor monyet dari dalam bokongku! Bayangkan,
benar-benar dari dalam bokong! Aku langsung bertobat saat itu juga, tetapi
menyisakan mimpi buruk yang menghantuiku setiap waktu.
“Ampun...!
Tuhan, aku tidak mau mempermainkan orang lagi!“ Jeritku saat itu.
Jiwaku
terguncang, hatiku hancur, dan bokongku melebur. Kenapa dia begitu tega
mengeluarkan seekor monyet dari bokong. Apa tidak bisa cacing atau ular yang
kulitnya lebih halus sehingga tidak terlalu menyakitkan. Kenapa tidak membuatku
terpeleset, atau..., atau.... Arghh...! Sudahlah, aku tidak mau mengingatnya
lagi! Aku bersyukur otak sengkleknya tidak memikirkan kuda nil atau Kingkong.
Hanya
kepada kamu, aku berani bercerita tentang kejadian itu. Iya, kamu. Entah
kenapa, aku merasa saat kejadian itu banyak yang menertawakanku, walau aku
tidak tahu ada dimana mereka. Mungkin di dunia yang sama denganmu. Mungkin....
Jika
ada yang berpikir bokongku tidak apa-apa, dia salah. Ingat! Monyet yang keluar
dari bokongku, bukan ingus. Teman-teman segera mengantarku ke Rumah Sakit untuk
dioperasi. Hampir tiga bulan lamanya aku dirawat di sana, sedangkan si Bruce, kata
teman-temanku dia mengalami kisah yang begitu indah karena mendapat kehidupan
yang sempurna dan kekasih yang cantik.
Setelah
keluar Rumah Sakit, aku memutuskan pindah kota agar tidak bertemu lagi dengan si
Bruce. Sayang, nasib sial tidak mau melepaskanku meski sudah bertobat. Di tengah
perjalanan, aku dihadang lelaki berpakaian serba hitam. Sialnya, itu adalah
agen CIA yang sedang mengejar Jason Bourne! Ada yang kenal? Aku dipaksa
berhenti dan mobilku dibawa kabur olehnya. “Ya, Tuhan...!” Aku berteriak ke
arah awan di langit yang sama sekali tidak mempedulikanku karena sedang fokus
melihat kejar-kejaran CIA dan Bourne.
Dengan
berat hati aku melanjutkan perjalanan naik taksi dengan tujuan pertama ke kantor
polisi terdekat untuk melapor agar mendapat ganti rugi atau setidaknya mobil
bisa kembali. Di bawah terik mentari dan gerahnya udara, taksi terpaksa berhenti
karena jalanan macet terhalang mobil hancur berserakan. Seperti orang lain, aku
keluar dari taksi untuk melihat lebih jelas apa yang terjadi. Tubuhku langsung
lemas ketika melihat mobilku terbalik dan hancur berantakan berhiaskan mayat
sang agen yang menyeruak dari kaca depan. Rasakan....! Upss..., maaf aku suka
keceplosan jika ingat kejadian itu.
Sedih
dan kesal campur aduk, tetapi setidaknya aku masih bisa bersyukur karena tidak
mengalami nasib seperti mereka yang berada di dalam mobil hancur. Saat itu, aku
mengutuk aksi Jason Bourne dan para agen CIA, karena mereka hanya memikirkan
diri sendiri tanpa berpikir bagaimana nasib orang lain. Kenapa mereka tidak
pergi ke Texas dan kejar-kejaran di gurun saja, malah di kota besar yang banyak
penduduk atau sekalian saja beli satu kota khusus buat mereka saling kejar dan
bunuh.
Setelah
memotret bangkai mobil untuk klaim dan mencoba menghibur diri dengan memikirkan
hal-hal positif, aku memutuskan mencari tempat tinggal untuk mengistirahtkan
tubuh.
Esoknya,
untuk melepaskan penat dari kesialan yang tak kunjung pergi, aku memutuskan
bersantai di taman sekitar White House. Sedang enak-enaknya bersantai,
tiba-tiba terdengar suara pesawat yang diringi ledakan sekitar tiga puluh meter
dibelakangku. Tubuhku terpental cukup jauh dan mencumbu tanah berselimutkan
rumput hijau. Kesadaranku memudar diantara suara riuh kepanikan orang-orang,
“Terrorist attack...! Terrorist attack...!” Ada yang tahu kejadian itu?
Ketika
tersadar, aku sudah berada di atas kasur sebuah Rumah Sakit dengan banyak
perban menyelimuti tubuh. Kata dokter, aku sangat beruntung hanya mengalami
luka sedang karena orang lain yang berada disekitarku rata-rata mengalami
cedera parah, bahkan banyak yang meninggal. Sepertinya bangku yang kududuki
ikut terpental, selain menindih, juga melindungi tubuh. Haduhh..., setelah
bokong, tubuh mendapat giliran kerusakan, dan kata dokter harus istirahat di
Rumah Sakit sekitar tiga sampai empat bulan.
Televisi
tidak henti-hentinya memberitakan penyerangan teroris yang berhasil digagalkan
oleh seorang mantan agen pengamanan presiden, Mike Banning. Untuk pertama
kalinya, pada saat itu aku merasa bersyukur ada orang itu karena dia layak
mendapatkan semua perhatian atas aksi heroiknya. Jika berada di posisinya, aku
akan memilih kabur daripada mati konyol.
Dua
hari berlalu, media cetak dan elektronik masih belum bosan memberitakan aksi
Mike Banning, sehingga membuat para korban termasuk aku mulai kesal karenanya.
Selama dua hari hanya sekali Televisi menyiarkan keadaan korban penyerangan,
itu pun televisi lokal. Saat itu aku beranggapan jika lagi-lagi tukang sedot
perhatian menghilangkan jejak para korban, entah itu disengaja agar semua orang
merasa sudah aman atau untuk menutupi keamanan yang gagal total. Entah, lah.
Hari
keempat belas di Rumah Sakit, tidur siangku dibangunkan oleh getaran yang
diikuti ledakan dan membuatku terbangun dalam keadaan kaget dan penuh tekanan
batin. Semua orang di Rumah Sakit riuh dengan ketakutannya masing-masing. Aku
takut itu adalah gempa San Andreas, apalagi kamarku berada di lantai dua. Saat
itu, aku berpikir kematian akan menjemput.
Brakkk...!
Sesosok tubuh robot raksasa menghantam keras dari arah balkon, dan kepalanya
tepat menghantam ujung ranjang. Ranjangku terdorong ke dinding dan lantai retak
berantak. Robot itu bangun, menggeleng-gelengkan kepala, kemudian kembali
melompat keluar tanpa merasa ada yang salah di sekitarnya.
Saat
kejadian itu aku hanya bisa melongo, meski ranjangku sudah berubah posisi dan
lantai di bawahnya menungu detik-detik peluncuran ke lantai satu. Dikemudian
hari aku mengetahui robot itu adalah anggota Autobot yang sedang berperang
dibawah komando Optimus Prime melawan pasukan Decepticon milik Megatron. Ada
yang kenal mereka?
Seperti
biasa, waktu itu aku terbangun di salah satu kamar Rumah Sakit, tapi berbeda,
mungkin sudah dipindah karena yang sebelumnya mengalami kerusakan. Kata dokter,
aku pingsan selama empat hari dimana tulang kaki dan pinggang retak karena
meluncur dari lantai dua bersama ranjang. Berita yang hebat sekali bukan,
dimana saat itu aku lebih berharap mati saja mengingat luka yang sebelumnya
saja masih belum sembuh.
Menurut
berita saat itu.... Ah, sudahlah..., aku tidak perlu cerita berita saat itu! Manusia
ganteng, menderita dan butuh perhatian sepertiku tidak dibahas sama sekali oleh
mereka. Mengingat waktu sudah mendesak, ratusan kejadian lain yang berlangsung
selama aku di rawat akan kuceritakan jika umurku masih panjang di waktu yang
lain. Sekarang langsung saja ke cerita setelah sembuh, dimana aku memutuskan
kembali ke kota kelahiranku. Saat itu, aku lebih baik bertemu Bruce daripada
menderita dengan semua aksi gila yang selalu terjadi dikota itu.
Di
tengah perjalanan, hari itu tepatnya sekitar pukul tujuh malam, tiba-tiba aku
ingin buang air kecil. Aku mencoba bertahan dan terus melaju sampai menemukan
tempat yang tepat. Kulihat di pinggir jalan yang sepi ada pohon besar, rindang,
dan terlihat tepat untuk melancarkan aksi. Ketika akan memulai aksi, kulihat
ada rumah kosong yang tidak terlalu jauh dari pohon tempatku berdiri dan
disampingnya ada pohon yang lebih rindang. Saat itu, aku berpikir di sana lebih
tepat agar tidak terlihat orang lain yang melintas.
Perasaan
lega dan nikmat bercampur saat aku melepas air seni yang segera membanjiri akar
besar sang pohon. Tiba-tiba hembusan angin dingin menyelimuti tubuh, tetesan
air jatuh menimpa kepala, dan bulu kuduk spontan berdiri. Merasakan hal ganjil
seperi itu tidak membuatku merasa takut, karena melihat pertarungan Autobot
versus Decepticon secara dekat lebih menakutkan.
Setelah
menutup resleting sembari bersiul penuh percaya diri, aku menyalakan lampu
handphone dan menyinari pohon rindang tersebut secara perlahan dari bawah sampai
atas. Satu detik kemudian, tubuh banjir oleh keringat, menelan ludah yang tidak
ada, wajah pucat, dan kaki melesat terbirit-birit menuju mobil. Waktu itu aku
benar-benar ketakutan karena pohon itu bermandikan darah dan berhiaskan kepala
manusia di batang dan cabangnya dengan sorot mata tertuju kepadaku. Ada yang
tahu rumah dan pohon itu?
Ratusan
meter dari sana aku menemukan sebuah pom dan memutuskan untuk beristirahat
terlebih dahulu. Orang-orang di sana mengatakan jika rumah yang aku datangi itu
adalah rumah pembunuhan DeFeo. Cerita angker rumah itu sangat terkenal di kota
kelahiranku. Aku tidak pernah menyangka akan mendatanginya sendirian, bahkan
sambil buang air kecil dan bersiul.
Aku
kembali melanjutkan perjalanan dengan perasaan bahagia karena sebentar lagi
akan segera sampai. Beberapa menit kemudian perasaan heran menyelimuti pikiran
karena dari jauh melihat awan hitam melingkar di atas kota yang diikuti getaran
selama beberapa menit. Saat itu aku cuma bisa berharap semoga tidak ada bencana
yang terjadi.
Aku
mempercepat laju mobil. Semakin dekat ke kota, semakin jelas terlihat kepanikan
orang-orang, dan ketika memasukinya terlihatlah kehancuran yang maha dahsyat.
Aku keluar dari mobil dan berdiri dalam kebekuan karena merasa tidak percaya
dengan apa yang telah terjadi. Banyak korban berjatuhan, bangunan-bangunan
hancur, dan banjir air mata menghiasi kota megah yang selalu dipuja dunia. Orang-orang
memberitahuku jika kota hancur akibat pertarungan Alien versus The Avenggers.
Ada yang tahu kejadian itu?
“Alien
dan The Avengers sialan, memilih tempat bertempur seenaknya. Mati saja kalian
semua!” Saat itu aku benar-benar marah. Lebih marah lagi ketika mengetahui
keluargaku meninggal semua. Entah bagaimana dengan nasib si Bruce Almighty,
apakah sekarang dia masih hidup atau tidak, tapi tidak penting juga mengingat manusia yang
satu itu.
Jiwaku
yang terguncang sangat mengharapkan kematian dan kiamat bagi dunia. Keadaan saat
ini membuatku menyesal telah mengharapkan hal bodoh seperti itu, karena saat
ini, aku berharap dunia kembali seperi waktu itu walau penuh dengan konflik dan
keegoisan.
Setelah
kejadian itu, aku memutuskan tinggal di hutan, tepatnya di kabin mendiang kakek
agar mendapatkan ketenangan. Saat itu, aku memang berharap untuk mati tetapi
tidak berani bunuh diri karena takut sakit sehingga memilih mengasingkan diri
dan mengharapkan mati saat tertidur. Konyol bukan? Sayang, ketenangan hanya
bertahan satu bulan, karena tiba-tiba bermunculan banyak orang berlarian menuju
puncak gunung sambil meneriakan sebuah kata: "Inferno."
Informasi
mengenai Inferno akhirnya mengalir dari orang-orang itu, walau versi ceritanya
terkadang berbeda-beda tetapi satu kesamaan akhir kata, yaitu kematian. Saat
itu, jiwa yang sudah tenang kembali bergejolak karena bencana dan tragedi yang
lebih besar akan menyambangi dunia. Aku benar-benar ingin segera meninggalkan
dunia fana dan berharap segera bertemu dengan Inferno; virus seleksi manusia
karya seorang ilmuwan biologi gila.
Semua
orang di dunia sangat ketakutan, karena dalam beberapa jam lagi virus itu akan
menginfeksi dan menyeleksi manusia untuk memilih mana yang harus mati dan mana
yang boleh hidup. Kata orang-orang itu, rencana penyebaran virus sebenarnya
sudah berhasil digagalkan oleh profesor Robert Langdon dan tim WHO, tetapi tim
yang membawanya diserang teroris yang ingin merebutnya. Inferno pun terlepas
akibat peluru liar.
Aku
bertanya kepada mereka mengapa lari ke pegunungan, sedangkan virus itu mampu
menjangkau seluruh penjuru dunia. Mereka hanya menunduk dan meneteskan air
mata. Rasa pesimisku saat itu tidak mampu menjangkau perasaan mereka yang masih
mengharapkan adanya harapan dan keajaiban. Jika mereka masih hidup saat ini,
aku akan meminta maaf.
Aku
yang tidak tertarik melakukan perbuatan sia-sia seperti mereka lebih memilih
masuk ke dalam kabin dan berbaring di kasur menunggu pelukan Inferno, karena
sejak tragedi yang merengut keluarga, aku sangat ingin mati. Aku benar-benar
tidak menyukai diriku saat itu. Memalukan! Aku terlelap saat Inferno tiba
bersama hembusan angin untuk menghantar ke dunia lain.
Sial...!
Beribu-ribu sial yang turun dari langit, karena si Inferno memilihku tetap
hidup. Inilah aku saat ini, figuran ganteng yang sedang bercerita kepadamu.
Tahu, tidak, untuk sampai ke tempat ini aku berlari empat hari empat malam
tanpa henti.
Sampai
di sini dulu ceritanya, ya, istirahatku harus disudahi secepatnya karena harus
berlari lagi. Jika aku menemukan tempat aman dan masih hidup, akan kusapa kamu
dengan cerita lainnya, hehe....
Tuhan...,
kenapa saat itu aku tidak mati oleh Inferno? Dasar virus tidak bermutu, apanya
yang seleksi kematian, malah menciptakan jutaan zombie di dunia! Arrgghh...,
sial! Sampai kapan aku harus berlari. Aku memang ingin mati, tapi dengan tenang,
bukan digigit Zombie!
“Tolong,
lah, hambamu ini, Tuhan!”
By: Syams-X
0 komentar: